Pentingnya Memahami Struktur Perjanjian
Dalam kehidupan kita sehari-hari, disadari atau tidak, sebenarnya kita sangat dekat dan selalu bersinggungan dengan Perjanjian. Perjanjian yang dibuat secara tertulis merupakan dokumen yang sangat penting dalam Hukum Perdata. Khususnya apabila terjadi sengketa dan berujung ke penyelesaian secara litigasi, di Pengadilan. Oleh karenanya, mengetahui apa isi perjanjian tertulis, apakah tepat atau tidak, apakah berpotensi merugikan kita atau tidak, setiap orang perlu mengetahui dan memahami struktur perjanjian.
Artinya, mengetahui struktur perjanjian bukanlah semata-mata tugas seseorang yang memiliki latar belakang di bidang hukum saja. Melalui tulisan ini, mari kita pelajari bersama struktur perjanjian, yang dibuat secara tertulis.
Struktur Perjanjian / Anatomi Perjanjian
Pada dasarnya, dalam pembuatan suatu perjanjian, dikenal asas “kebebasan berkontrak”. Arti dari asas ini adalah setiap orang yang akan mengadakan perjanjian, bebas menentukan bentuk perjanjian. Namun, meskipun bebas, apabila kalian merasa tidak memahami hukum, setidaknya kalian harus paham apa yang akan kalian perjanjikan.
Perjanjian yang baik, setidaknya memuat terdiri dari struktur berikut ini:
Judul Perjanjian
Judul perjanjian berperan penting untuk mengetahui suatu perjanjian merupakan perjanjian tentang apa. Khususnya bagi kalian yang mungkin melakukan banyak perjanjian, tentu akan mempermudah dalam pengarsipan, terlepas dari penomoran perjanjian. Misalnya, dengan memberikan judul “Perjanjian Jual Beli”, ketika kita membacanya, kita bisa langsung tahu bahwa perjanjian ini akan mengatur perihal jual-beli. Bukan suatu yang diharuskan, namun di bawah judul tersebut bisa ditambahkan informasi singkat, siapa yang berperjanjian.
Contoh penulisan judul perjanjian:
PERJANJIAN JUAL – BELI
ANTARA
PT ABCD
DENGAN
PT EFJK
Pembukaan Perjanjian
Untuk memudahkan kita menelisik kapan dan dimana suatu perjanjian itu dibuat, maka sangatlah penting untuk memberikan informasi mengenai hal tersebut. Informasi tersebut dicantumkan di dalam bagian pembukaan, tepat di bawah judul.
Mengapa penetapan waktu dan tempat ini sangatlah penting? Karena, apabila terdapat penentuan jangka waktu pelaksanaan di dalam isi perjanjanjian dan tidak ditentukan tanggal efektif dimulainya jangka waktu tersebut, tanggal perjanjian di dalam pembuka bisa disepakati sebagai tanggal efektif.
Terkait tempat, apabila di dalam perjanjian tidak menetapkan pilihan domisili hukum dimana penyelesaian sengeketa akan dilakukan (apabila melalui jalur litigasi), maka tempat diadakan perjanjian dapat dijadikan pilihan. Penulisan tempat di dalam pembukaan ini adalah domisili, yang merujuk pada Kabupaten atau Kota.
Contoh penulisan pembukaan di dalam Perjanjian:
Perjanjian Jual Beli (untuk selanjutnya disebut “Perjanjian“) ini dibuat pada hari SENIN tanggal SATU bulan AGUSTUS tahun DUA RIBU DUA PULUH DUA (01-08-2022), bertempat di SURABAYA, oleh dan antara:
Penulisan di atas bukanlah bentuk baku. Masing-masing perusahaan dan setiap staf legal di setiap perusahaan mungkin memiliki kebiasaan berbeda. Penulisan hari dan tanggal secara alphabet bertujuan untuk memberikan kepastian agar para pihak yang berperjanjian tidak salah membaca tanggal yang dituliskan secara numerik.
Komparasi / Identitas Para Pihak
Berbeda dengan struktur perjanjian sebelumnya, bagian identitas para pihak merupakan bagian yang tidak boleh hanya sepintas dibaca saja. Identitas Para Pihak dapat menentukan legalitas suatu perjanjian. Salah satu syarat sah-nya suatu perjanjian adalah harus diadakan/ dilakukan oleh orang yang cakap hukum.
Orang seperti apakah yang cakap hukum?
- Orang yang sudah dewasa― Menurut Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, orang yang dewasa adalah yang telah genap berusia 21 (dua puluh satu) tahun ke atas.
- Tidak sedang di dalam pengampuan ― Menurut Pasal 433 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, orang yang dapat ditaruh di bawah pengampuan adalah orang yang tidak sehat jiwanya, karena sifatnya (boros, penjudi, dll), pada intinya tidak dapat menggunakan akal-nya secara benar;
- Orang yang tidak dilarang Oleh Hukum ― Contohnya, untuk badan usaha berbadan hukum berbentuk PT, maka yang berhak mewakili adalah Direktur. Selain itu, apabila tanpa adari Kuasa Direktur, tidak berhak dan tidak sah untuk mewakili PT tersebut. Dalam hal badan usaha berbentu CV, yang berhak mewakili adalah Sekutu Aktif-nya.
Apabila ternyata dapat dibuktikan bahwa orang yang berperjanjian tidak cakap hukum, maka dampaknya adalah perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
Memastikan Keabsahan Identitas Para Pihak
Untuk memastikan bahwa para pihak tersebut sah dan berhak menandatangani perjanjian, maka yang perlu dicek adalah:
- Apabila perorangan, maka nama lengkap dan alamat harus sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang dimilikinya. Apabila alamat domisili berbeda, sebaiknya diminta Surat Keterangan Domisili yang dikeluarkan oleh Kelurahan setempat;
- Apabila berbentuk PT/CV, cek pada Akta Perusahaan, khususnya pengangkatan Pengurus Perseroan. Di dalam akta tersebut pasti disebutkan siapa saja yang menjadi pengurus. Selanjutnya, cocok-kan dengan KTP orang yang akan menandatangani perjanjian tersebut.
Akibat Identitas Yang Salah
Penulisan identitas secara benar dan lengkap sesuai dokumen legalitas dapat mengurangi risiko terjadinya error in persona. Khususnya ketika terjadi sengketa dan mengajukan gugatan di pengadilan. Akibat dari error in persona adalah, gugatan tersebut akan diputus Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) atau tidak dapat diterima. Tidak dapat diterima karena cacat formil, yaitu salah tujuan gugatannya.
Sebagai contohnya, seharusnya kita berperjanjian dengan Bapak Sony (karena mengaku bersama Sony) dan KTP yang diberikan pun atas nama Sony. Ternyata, orang tersebut bernama Ridwan dan KTP yang diberikan merupakan KTP tetangganya. Contoh lain, misalkan benar namanya dilafalkan “Soni”, dituliskan juga sebagai Soni di perjanjian, padahal nama di KTP adalah Sonny Atmaja.
Oleh karenanya, jangan sampai ada kesalahan dalam penulisan identitas Para Pihak.
Recital / Premis atau Latar Belakang Perjanjian
Premis merupakan keterangan pendahuluan dan uraian singkat para pihak mengenai perjanjian tersebut. Premis dapat dijelaskan pula sebagai latar belakang yang menjelaskan mengapa perjanjian tersebut dibuat di antara para pihak yang tersebut pada bagian komparasi.
Isi Perjanjian
Isi perjanjian merupakan inti dari suatu Perjanjian, karena memuat pasal-pasal yang berisi segala hal yang disepakati. Setiap pasal harus dituliskan dengan tegas, rinci dan tidak bertentangan satu sama lain.
Bahasa Yang Digunakan
Bahasa-bahasa yang digunakan tidak sepenuhnya harus menggunakan bahasa hukum. Hal terpenting dalam menyusun isi Pasal ini adalah, ketika orang membaca, langsung tahu apa maksudnya. Sehingga, menggunakan bahasa yang sederhana lebih baik dibandingkan menggunakan bahasa-bahasa hukum yang sulit dimengerti oleh orang awam. Apabila akan menggunakan istilah-istilah yang tidak diketahui secara umum/ oleh awam, maka harus dicantumkan artinya.
Hal lain yang tidak kalah penting harus menjadi perhatian adalah, berdasarkan Pasal 31 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, suatu Perjanjian harus dibuat dalam bahasa Indonesia.
Bagaimana apabila salah satu pihak adalah pihak asing? buatlah secara bilingual atau dua bahasa, secara bersandingan.
Tidak Multitafsir
Selain penggunaan bahasa yang dapat dimengerti, ketentuan yang diatur di dalam Pasal-pasal tersebut jangan sampai ada yang multitafsir.
Contoh suatu klausul yang dapat menimbulkan multi tafsir adalah : “Barang akan dikirimkan sampai lokasi yang ditentukan”.
Tidak ada detail lagi, siapa yang menentukan? apakah bersama? pihak penjual? atau pihak pembeli?
Selanjutnya, apakah pengiriman tersebut termasuk penurunan dari truk atau hanya sampai di lokasi saja?
Agar tidak multi tafsir, maka perlu dipertegas lagi dalam ayat selanjutnya atau ada Pasal tersendiri yang secara khusus menjelaskan terkait hal tersebut.
Penutup Perjanjian
Penutup dalam suatu perjanjian dapat di isi dengan ketentuan-ketentuan yang menegaskan pelaksanaan. Waktu dan tempat penandatanganan perjanjian juga bisa disebutkan disini apabila di bagian pembuka tidak disebutkan. Yang terpenting, penutup perjanjian harus memuat bahwasanya Perjanjian ini dibuat dalam 2 (dua) rangkap, masing-masing memiliki kekuatan hukum yang sama. Hanya terdapat satu salinan saja dapat menyebabkan suatu sengketa di kemudian hari. Sehingga, harus ada 2 (dua) salinan, masing-masing asli dan dipegang dan ditandatangani oleh Para Pihak.
Perlukah Para Saksi?
Apakah perlu adanya saksi? Tidak ada kewajiban, namun apabila Para Pihak memerlukan, dapat dicantumkan juga pihak-pihak yang menjadi saksi. Yaitu, wakil dari masing-masing Pihak. Tujuannya, untuk membuktikan kebenaran bahwa telah diadakan suatu perjanjian dengan isi sesuai dokumen tersebut dan tanpa ada paksaan.
Tanpa materai, apakah sah?
Tanpa atau dengan materai, pada dasarnya suatu Perjanjian tetaplah sah. Materai merupakan label/ tanda yang digunakan untuk membayar pajak atas Dokumen. Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Bea Materai, setiap dokumen yang menerangkan adanya peristiwa perdata merupakan objek bea materai. Perjanjian merupakan salah satu peristiwa perdata, yang artinya dalam hal ini ada bea yang harus dibayarkan kepada negara.
***
Konklusi Pembahasan Struktur Perjanjian
Demikian pembahasan mengenai Struktur Perjanjian atau Anatomi Perjanjian. Melalui pembahasan ini, diharapkan kalian dapat mengerti bagian-bagian penting yang harus ada dalam Perjanjian. Semoga, setelah ini siapapun yang akan berperjanjian dapat lebih rinci membaca perjanjian sebelum ditandatangani.
Pada artikel lain, akan saya bahas perihal lain yang dapat memperdalam lagi pemahaman mengenai perjanjian. Semoga bermanfaat.